Temuan Anggota Dewan; Ratusan
Siswi Ponorogo Nyambi Wanita
Panggilan PONOROGO- Bergelimang harta
hasil dari kerja TKI di luar negeri
tidak selamanya mencukupi
kebutuhan lahir dan batin dari
sebuah keluarga. Bahkan bisa
sebaliknya. Seorang anak akan menjadi generasi hedonis, liar,
dan boros. Hal itu sering kita
dengar dan baca tentang dampak
negative kepergian seorang ibu
terhadap perilaku anak-anaknya.
"Anak, Ibu, dan Ayah, idealnya harus tinggal serumah. Mereka
tidak cukup dipenuhinya
kebutuhan materi. Akan tetapi
kebutuhan batin berupa
kasihsayang, sentuhan-sentuh an
dari seorang ayah dan ibu sangat diperlukan oleh anak-anaknya"
ujar Pak Tohir seorang guru
agama di sebuah sekolah di
Ponorogo Seperti survey yang
dilakukan oleh anggota dewan
dan beberapa lembaga survey di Ponorogo menemukan bahwa
sejumlah siswi Ponorogo -yang
rata-rata Ibunya TKI- terindikasi
menjadi wanita panggilan pada
jam-jam sekolah, dan setelah
pulang sekolah. Hal itu dibuktikan dari sebuah survey dengan 1000
responden dari SMP, SMA, dan SMK,
mereka mengaku sudah tidak
perawan lagi. Mereka biasa
memanfaatkan warnet, rumah
kost, tempat wisata, dan hotel- hotel kelas melati yang
bertebaran di Ponorogo, seperti di
Telaga Ngebel, di Telaga Sarangan,
dan sebagainya. Hasil survey pertama ada angka
signifikan, 55% sudah tidak
perawan lagi. Sementara hasil
survey kedua dengan responden
sebanyak 500 siswi, diperoleh
hasil bahwa 35% para siswi tersebut sudah terbiasa hubungan
seks bebas dengan berganti-ganti
pasangan. Tempat yang sering
digunakan adalah warnet, hotel,
tempat kost, kafe, dan tempat
rimbun di kawasan wisata. "Kalau pelajar taripnya sudah ditentukan
oleh mucikari pada jam-jam kerja.
Kalau sampeyan mau yang itu, di
warung barat jalan, itu taripnya
150 ribu, kalau yang berbaju krem
celana pendek sebelahnya itu, 300 ribu plus hotelnya" ujar T
menawarkan siswi-siswi yang
menjadi pramusaji di jalan baru.
"Kalau sekarang bisa melayani
saya Mbak" pancing petugas pada
salah seorang siswi yang menjadi pramusaji "Ah, jangan sekarang
Mas. Nanti saja kalau sudah selesai
berjualan. Sampeyan bisa saya
beri tarif lebih murah" "Lho
kenapa?" tanya petugas
memancing "Kalau jam segini, saya masih kerja di bawah kendali
komandan Pak. Dan saya harus
setor uang 25% padanya. Akan
tetapi kalau nanti, saya bisa
mendapatkan uang seratus persen
hasil dari kerja keras saya sendiri..." tukas salah seorang
siswi menjelaskan Dugaan ratusan
siswi di Ponorogo 'nyambi'
menjadi wanita panggilan itu juga
dibuktikan oleh Sunarto, anggota
dewan dari salah satu Parpol yang telah berhasil menyusup di
tengah komunitas anak-anak
yang telah terjun ddalam dunia
gelap tersebut. "Saya telah
menemukan tujuh genk pelacuran
pelajar di Ponorogo. Hasilnya sangat mencengangkan
dan memprihatinkan. Pelacuran di
kalangan pelajar Ponorogo sudah
sedemikian parahnya. Pengelola
hotel, warnet, kafe, dan tempat-
tempat wisata, begitu longgar dan bahkan memberikan tarif kusus
bagi para pelajar yang ingin
melakukan hubungan seks di luar
nikah. "Di sekolah kami kalau
Senin pagi anak-anak perempuan
yang nyambi itu Pak, mereka biasa minta pangku saya sambil
pamer dapat uang dari bos-bos
tadi malam. Bahkan kalau
istirahat biasa mereka bermain
bola di dalam kelas dari kondom".
Ujar seorang penjaga sekolah swasta yang tidak mau disebut
namanya Luar biasa!. "Dan inilah
kerja berat kita sebagai guru,
orang tua, pemerintah dan
masyarakat. Mereka harus bekerja
terpadu dalam mendidik, dan mengawasi pergaulan anak-anak
remaja. Kita harus kompak
memberikan tindakan jika ada
penyelenggara hotel, warnet, dan
kafe, jika ada pergaulan bebas
yang dikelola di sana. Sebab, selama ini fungsi kontrol dari
unsur-unsur tersebut sudah tidak
barjalan. Sehingga pergaulan yan
keluar dari norma seakan
mendapat kesempatan yang
dihalalkan" pungkas Rudianto tokoh pendidikan
Ponorogo.....anget anget maz
brow
sumber berita http://regional.kompasiana.com/2013/
01/30/temuan-anggota-dewan-
ratusan-siswi-ponorogo-nyambi-
wanita-panggilan-530030.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar