Bagaimana Kalau Tahanan diCebongan Itu Aktivis Islam?
Sabtu, 30 Maret 2013
Jakarta - Akan selalu menggelitik
perasaan dan hati nurani. Akan
selalu melahirkan pertanyaan-pert
anyaan bathin. Tentang kematian
empat tahanan di Lapas Cebongan.
Mengapa keempat tahanan itu harus dibunuh dengan tembakan senjata
laras panjang? Begitu berharganya nyawa empat
tahanan itu, sampai-sampai media
sekaliber Kompas, Tempo, dan
sejumlah media di Jakarta lainnya,
terur-menerus menjadikan peristiwa
itu, sebagai berita utama. Menggalang opini tanpa lelah. Media
kristen dan sekuler itu, terus
mengarahkan pelakunya kepada
satu titik tertentu, yang mengarah
kepada pasukan elite Angkatan
Darah Kopassus. Memang, peristiwa penembakan
keempat tahanan itu, bermula
dengan kematian Sersan Santoso,
anggota pasukan elite Kopassus,
Karangmenjangan, Kartosuro yang
tewas dengan sangat menyedihkan dikeroyok oleh sepuluh orang yang
berasal dari NTT, di Cafe Hugo's,
Yogyakarta. Sersan Santoso diperlakukan dengan
sadis dan kejam, dipukuli dengan
botol, dan ditusuk dengan pisau.
Sampai tewas. Sersan Santoso
meninggalkan isteri dan
keluarganya. Mengapa media seperti Kompas dan
Tempo dan lainnya, begitu obsessif
mengangkat peristiwa Cebongan itu,
begitu luar biasa, dan bahkan
mengiring opini sampai ke tingkat
yang maksimum, dan memberikan opini : "Negara Dalam
Bahaya" (State Emergency). Karena
menurut media-media itu, kaidah-
kaidah hukum yang normal telah
dilanggar. Hukum sudah tidak
berlaku lagi. Tetapi, sejatinya pesan apa yang
hendak disampaikan media seperti
Kompas, Tempo,dan sejumlah media
lainnya, tentang kematian empat
orang yang berasal dari NTT, yang
merupakan wilayah penduduknya beragama Katolik itu? Mengapa
media-media itu harus membela
dengan habis-habisan. Apa tujuan
sesungguhnya yang dibalik
pembelaan mereka yang begitu luar
biasa itu? Empat orang itu, Hendrik Angel
Sahetapy, Adrianus Candra Galaja,
Yohanis Juan Manbait, dan Gameliel
Yermiyanto Rohi Riwu. Konon
mereka desertir dari kepolisian,
yang terlibat dalam kasus narkoba. Mereka bukan pahlawan. Mereka
bukan pejuang. Mereka bukan orang
yang memiliki kepedulian dengan
sesama. Justeru mereka diduga
membunuh Sersan Santoso, anggota
Kopassus dengn sadis. Apakah memang mereka harus
mendapatkan pembelaan yang
sangat luar biasa dari media-media
yang ada? Secara all out dan habis-
habisan. Mengalahkan peristiwa
lainnya yang lebih besar? Ini menjadi titik pertanyaan yang harus
perhatian publik secara seksama. Apakah dengan kematian empat
orang NTT itu, harus dilakukan
tindakan hukum atau lainnya,
terhadap pelakunya, jika memang
sekarang oleh media-media, seperti
Kompas, Tempo dan lainnya, yaitu diarahkan kepada pasukan Kopassus. Kemudian, pertanyaan yang kunci
bagi media-media seperti Kompas,
Tempo, dan lainnya, apakah media-
media akan bertindak adil, dan akan
melakukan pembelaan dan
mengangkat menjadi berita utama dalam halaman media mereka,
seandainya yang tewas di Lapas
Cebongan itu, adalah aktivis Islam? Apakah media seperti Kompas,
Tempo, dan lainnya, akan
menggalang opini yang begitu
hebat,dan mendorong pemerintah
dan Presiden SBY bertindak,
seandainya yang tewas ditembak itu, adalah misalnya : Mohammad
Kholid, Mohammad Akil, Mohammad
Shauqi, Abu Khanza? Apakah media-media seperti
Kompas,Tempo dan lainnya akan
sangat detil melakukan investagasi
di lapangan, guna mendapatkan
sumber informasi, tentang kematian
keempat orang itu, dan mengetahui siapa pelakunya yang sejati. Berapa banyak kasus-kasus
kekerasan yang sangat eksessif atau
berlebihan yang dilakukan oleh
aparat keamanan termasuk Densus
88, tetapi tidak ada perhatian yang
begitu luar biasa dan serius. Semua dianggap sebagai peristiwa biasa.
Berapa banyak aktivis Islam dan
para terduga teroris yang dengan
sangat gampang tewas ditembak
oleh aparat Densus 88. Sudah 83 yang para terduga teroris,
dan belum lagi mereka yang
ditangkap dan ditahan, disiksa, dan
penjarakan. Mereka yang tewas 83
orang itu, mempunyai anak dan
isteri, dan keluargga. Tetapi, adakah media seperti
Kompas, Tempo, dan lainnya, kalau
aktivis Islam yang tewas ditembak
dan dibunuh, sebagai sesuatu yang
wajib, dan tidak perlu dibela.
Bahkan,mereka yang sudah tewas itupun masih dipojokkan. Di Jakarta, Solo, Makassar, Lombok,
dan Poso, berapa banyak yang
sudah tewas aktivis Islam yang
ditembak oleh Densus 88, dan Ketua
Komnas HAM, Siti Noor Laila, sudah
dengan sangat tegas mengatakan, bahwa Densus 88 telah melakukan
tindakan penghilangan nyawa,
ungkapnya. Tidak ada satu pun media yang
memberikan dukungan terhadap
kasus yang dihadapi para aktivis
Islam itu. Apalagi, koran seperti
Kompas atau Tempo, dan lainnya.
Kalau ada berita mungkin hanya kecil dan tidak menjadi berita
utama. Bahkan, peristiwa yang sangat
menyesakkan dada umat Islam,
seperti penghancuran umat Islam di
Ambon, saat menjelang Idul Fitri
oleh orang-orangt Kristen, di tahun
l999, tak mendapatkan perhatian. Pembantaian ratusan Muslim di
Poso, yang berada di Pesantren
Walisongo, khususnya yang
dilakukan oleh milisi kristen
"kelalawar" yang dipimpin Tibo Cs,
yang berasal dari NTT itu, tak pernah mendapatkan perhatian sama sekali
oleh media. Justeru peristiwa
pembantaian Muslim di Poso itu,
kemudian diubah menjadi umat
Islam sebagai teroris, dan
dihancurkan oleh aparat keamanan. Pembantaian Muslim Madura di
Sanggoledo, dan Singkawang
(Kalimantan Barat), dan Kalimantan
Tengah, tak pernah jelas. Tidak ada media yang memblow up
kasus itu, dan Muslim Madura, hanya
menjadi korban kekejaman yang
dilakukan oleh suku Dayak. Tetapi,
lagi-lagi tak ada perhatian dari
media. Tidak ada penggalang opini. Apalagi,
sampai mendorong pemerintah, dan
kepala negara bertindak. Seakan
kalau pembantaian itu menimpa
Muslim sebagai sesuatu yang wajar
belaka. Sekarang dengan kematian orang
NTT itu, seakan-akan jagat Indonesia
sudah akan runtuh. Seakan
Indonesia sudah akan tamat. Seakan
Indonesia ini sudah akan kiamat.
Begitu luar biasanya media-media itu, khususnya dalam memberikan
perhatian dan porsi pemberitaan.
Seperti tidak masuk akal. Pelakunya harus dikutuk, dihukum,
dan kenai sanksi yang berat, karena
sudah meruntuhkan sendi-sendi
negara, dan kewibawaan negara.
Begitu luar biasanya martabat dan
kehormatan empat orang yang sudah membunuh Sersan Santoso. Keempat orang NTT itu sudah
seperti pahlawan yang harus dibela
habis. Giliran peristiwa itu menimpa
aktivis Islam, mereka
membiarkannya. Sungguh sangat
tidak adil. Wallahu'alam.
Label:
INFO
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar