Pencarian

News Update :

Translate

Syiah VS Wahabi Anda Dukung Mana.??

Sabtu, 22 Februari 2014



JAKARTA -- Apa
yang akan terjadi bila negara
besar di Timur Tengah
berperang satu sama lain,
antara Iran dan Arab Saudi?
Pertempuran antara dua negara
penghasil minyak ini tentunya
tidak akan baik bagi
perekonomian dunia yang
sampai saat ini masih
membutuhkan minyak bumi
sebagai penggerak roda
industri.
Namun dalam konstelasi global,
kedua negara ini selalu
berseteru untuk meraih
pengaruh politik di kawasan.

Skenario apa yang terjadi bila
dua negara yang mewakili Arab
dan Persia ini perang habis-
habisan?
Dalam artikel 'Iran-Saudi Arabia:
a troubled affair' di Aljazeera
November tahun lalu
disebutkan bahwa kedua
negara ini sebenarnya sudah
terlibat dalam peperangan yang
disebut dengan proxy war.
Dijelaskan, pemboman
kedutaan Iran di Beirut di bulan
itu berhubungan dengan
jalannya perundingan damai
antara negara-negara kekuatan
dunia dengan Iran di Jenewa.
Menurut penulisnya Khosrow
Soltani, Saudi dan Iran
sebenarnya pernah berkawan
saat keduanya menjadi ujung
tombak Amerika Serikat
membendung pengaruh Uni
Soviet tahun 1960-1970-an.

Namun, keduanya berseteru
hebat ketika perang Irak-Iran
dan semakin memanas saat
jamaah haji Iran dibantai di
Arab Saudi tahun 1987.
Selain perbedaan ras dan
ideologi, Iran juga mempunyai
masalah perbatasan dengan
negara-negara Teluk yang
menjadi mitra Saudi seperti Uni
Emirat Arab.

Lebih dari itu, kemampuan Iran
dalam penguasaan teknologi
nuklir menjadi momok yang
menakutkan bagi negara-
negara Arab.
Soltani, mengutip WikiLeaks,
menyebut bahwa Raja Abdullah
bahkan beberapa kali telah
mendorong AS untuk
menyerang Iran dan
menghancurkan fasilitas
nuklirnya .
CNBC dalam artikel 'Iran-Saudi
relations: A new Cold War
heating up?' menyebut bahwa
perang antara kedua negara ini
sudah memasuki tahap perang
dingin.
"Kita saat ini sedang
menyaksikan sesuatu yang
menyerupai skenario jenis
Perang Dingin. Saya pikir
ketegangan mungkin akan
bertambah buruk di tahun-
tahun mendatang," kata
pengamat Timur Tengah,
Torbjorn Soltvedt, di Maplecroft
kepada CNBC dalam sebuah
wawancara telepon dalam
hubungannya dengan
keterlibatan kedua negara di
Suriah dan sekitarnya.
The Guardian dalam artikel
'Saudi Arabia and Iran must end
their proxy war in Syria',
menyebut Iran dan Saudi sudah
saatnya menghentikan perang
antar keduanya yang berakibat
nestapa dan kesengsaraan di
negara-negara tetangganya.
Melihat kecenderungan kedua
negara untuk memperkuat
kekuatan militer masing-
masing , sulit untuk mengatakan
bahwa kedua negara untuk
tidak terlibat perang. Setidaknya
keduanya telah terlibat perang
proxy dan cold war yang
sewaktu-waktu dapat berubah
menjadi perang nyata.
Share this Article on :

0 komentar:

Posting Komentar

 

© Copyright Arek Japan Kulon 2010 -2011 | Design by Bukan Gagal Maksud | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.