Usaha Join, Salah Satu Solusi Wirausaha UKM di Tengah Fenomena Kenaikan UMP
Menyimak fenomena UMP saat ini banyak membuat pengusaha ketar-ketir, khususnya pengusaha UKM, dimana omset masih labil, mengingat harus bersaing dengan pengusaha besar yang produk atau jasanya sudah dikenal masyarakat. Belum lagi masalah pemahaman konsumen yang cenderung lebih menyukai produk luar negeri dibanding produk lokal. Memang ini semua hak konsumen untuk memilih, produk mana yang mereka inginkan, toh uang mereka ini yang keluar, hehe. Namun ya memang inilah salah satu penghambat pengusaha UKM untuk maju.
Merekrut karyawan, tentu saja ini akan dilakukan bila usaha mulai besar. Sebetulnya bukan masalah udah besar atau belum ya, namun dengan adanya karyawan, usaha kita bisa tetap berjalan walau kita sakit, melahirkan (untuk womenpreneur tentunya, hehe), atau kalau ingin liburan. Ini pula yang menjadi pertanyaan salah satu juri Sekar Womenpreneur Award (SWOMA), “Kalau Ibu ingin liburan, trus bisnis Ibu gimana?” Demikian yang saya simak, karena bukan saya yang ditanya, hehe.
Usaha saya sendiri masih termasuk UKM dan bisa dibilang masih baru ya, baru menginjak di tahun ketiga. Sedari awal, kami memang meniatkan untuk usaha join bertiga. Awalnya berdua ketika membuka agensi kursus, lalu bertiga setelah punya tempat. Sejauh ini, apa aja sih keuntungan usaha join, walau permasalahannya juga banyak. Inilah pengalaman kami dan juga yang saya dapat dari teman-teman yang juga buka usaha join:
Modal di Tanggung Bersama
Biasanya kendala buka usaha awalnya karena modal, walau sebenarnya ada opsi lain yaitu reseller online, usaha dengan modal minim. Bagi pengusaha yang mempunyai uang banyak tentu lebih memilih buka usaha tunggal. Bagi yang uangnya masih pas-pasan, contohnya saya, hehe, saya lebih memilih buka usaha join. Bisa saja memang pinjam uang ke bank, namun setahu saya termasuk ketika mendengar sharing Wirausaha Mandiri, pinjam modal ke bank itu bisanya untuk perbesar usaha, bukan membuka usaha. Pastinya dilihat umur usahanya. Kalaupun bisa, tentu harus ada jaminannya.
Bisa juga dengan mencari investor, tapi permasalahannya nggak jauh beda, tentu investor nggak akan sembarangan mengeluarkan uangnya untuk dipercaya sama kita. Apalagi kalau kita baru pertama kali buka bisnis. Kalau saya memang mengajukan ide usaha ke satu investor, dan beliau langsung setuju. Investor itu adalah Bapak saya, satu-satunya investor tanpa minta keuntungan, apalagi balik modal, hehe karena yang dimodalin anaknya sendiri. Usaha ini memang join, kalau invest bagian saya memang lebih banyak uang bapak saya. Namun bapak saya sama sekali nggak tahu menahu apalagi ikut campur di sini.
Dengan usaha join, modal bisa ditanggung bersama. Tak perlu invest yang sama bagi setiap orang, karena toh ada hitungan persenan sahamnya juga.
Pekerjaan di Tanggung Bersama
Sebelumnya pernah ada juga teman menawarkan investor (sebelum saya bicara ke bapak saya) namun saya menolak. Saya lebih memilih join bersama teman, dimana kamilah yang menjadi investornya, pengurus manajemennya, termasuk menjadi kulinya.
Bila memiliki investor, beliau cuma memiliki uang saja, setelah itu berharap dapat keuntungan tiap bulan. Nah sebagai pengurus manajemen, saya harus merekrut karyawan. Pada bulan-bulan awal, mengejar omset sangat sulit. Masyarakat belum banyak yang melirik. Sedangkan di bulan awal itu karyawan yang bekerja harus digaji. Memang ada investor yang sudah menyiapkan anggaran gaji karyawan untuk tiga bulan kedepan, bahkan teman saya ada yang dapat investor yang menyiapkan anggaran gaji karyawan untuk satu tahun. Ini yang saya takutkan dalam mengelola uang orang lain, takut nggak sesuai dengan yang mereka bayangkan. Maklum saja, berbisnis di dunia pendidikan tak semudah dagang rokok.
Dengan buka usaha join, kami berbagi tugas. Saya di bagian akademik: menangani rekrut karyawan dan mengurus kelas, teman saya di bagian keuangan, dan teman satu lagi di bagian property dan belanja. Yang mengajar kami semua. Yang membersihkan tempat kami semua. Yang menjadi bagian marketing kami semua. Sejak awal berdiri, kami memang merekrut karyawan, namun hanya satu orang untuk mengajar kelas bimbel. Untuk kelas Calistung, teman join saya memang guru TK, jadi dia yang mengajar. Saya dan teman satu lagi untuk kelas bahasa Inggris. Haruskah saya menggaji OB atau OG? Wah, bisa nggak makan karena harus ngasih makan orang lain. Jadilah kami yang menjadi OG itu.
Dengan menggaji diri kami sendiri, tentu kami nggak akan membahas masalah UMP. Mau demo ke siapa, lah yang nggak ada yang menggaji. Untuk awal-awal bulan, kami lebih banyak menguras tabungan dibanding menikmati omset. Inilah realita dunia wirausaha, walau tak semua. Jadi kalau melihat pengusaha yang rumah dan mobilnya keren, jalan-jalan ke luar negeri, tas dan sepatunya branded ori semua, istrinya banyak #ehhh, itu karena dua hal: kita sedang menonton sinetron, atau memang pengusaha tersebut usahanya udah puluhan tahun.
Ketika Kami Mulai Merekrut Karyawan
Sedari awal kami memang lebih senang merekrut teman-teman atau kerabat kami sendiri. Guru bimbel kami yang pertama sepupu dari teman saya. Lalu dia resign dan yang menggantikannya tante saya. Alasan kami mencari orang-orang dekat adalah, mereka paham bahwa kami usaha baru dan pastinya belum sanggup menggaji setara dengan lembaga pendidikan raksasa. Mereka maklum kalau harus bicara UMP. Dibanding mencari orang lain yang taunya standar gaji segini, bukan segini. Tapi setahu saya, standar gaji lembaga pendidikan nggak terlalu mengikuti aturan main pemerintah. Banyak teman-teman guru yang penghasilannya di bawah UMP.
Memang tak semua. Ada juga orang dekat yang tidak pengertian, tetap membanding-bandingkan. Dan ada juga orang lain yang setuju dengan pembayaran yang kami ajukan, dengan alasan, “Nggak apa-apa, Mbak. Saya cuma cari kesibukan yang bermanfaat dan saya paham kok ini usaha rumahan.” Namun tetap, dalam masalah gaji, kami tentu memikirkan ongkos, makan, dan lebihnya. Setiap pemilik usaha pun pasti nggak semena-mena dalam menggaji karyawan. Apalagi kami yang dulu asalnya karyawan.
Permasalahan di Tanggung Bersama
Dalam perjalanan bisnis tentu ada sandungannya juga, nggak mulus-mulus aja kayak di surga seperti yang biasa kita dengar dari pakar talkshow dan seminar bisnis. Hehe saya biasa dengar dan baca tweet pakar bisnis, kok isinya yang baik-baik aja ya, makanya banyak orang yang pingin banget jadi pengusaha. Bahas juga dong awal-awal pahitnya buka usaha.
Permasalahan itu bisa berupa financial seperti omset turun atau tabungan belum cukup (bukan tabungan pribadi, tapi tabungan sewa rumah dan THR). Terkadang bisa juga masalah SDM dan hal-hal lain. Nah ini bisa dibicarakan dan dicari solusinya bersama, dibanding mumet sendiri. Juga dalam berinovasi. Salah satu dari kita punya ide lalu dirundingkan bersama.
Waktu Bisa Dibicarakan Bersama
Selain memiliki usaha bersama, saya pun senang menulis dan teman saya berprofesi sebagai guru TK. Dengan kebersamaan ini, kami pun sama-sama mengatur waktu agar semua keinginan bisa terselesaikan. Begitu juga bila kami tidak bisa datang, misal karena sakit atau ada hal yang harus diurus, masing-masing dari kami saling menggantikan. Memang ada karyawan, namun kan tak sepenuhnya dibebankan ke mereka.
Dari semua keuntungan, tentu ada juga kesulitan dan hal-hal lain yang didapat. Semua memang tak ada yang sempurna, begitu juga dengan usaha join.
Keuntungan Harus Dibagi-Bagi
Memiliki usaha tunggal, tentu keuntungan jadi milik sendiri, dibanding usaha join yang keuntungan harus dibagi-bagi. Bila melihat dari sisi keuntungan, memang usaha tunggal jauh lebih baik dari usaha join.
Perbedaan Pendapat Adalah Cemilan Sehari-Hari
Ketika banyak orang tentu akan ada banyak ide yang didapat. Ketika menetapkan sebuah ide, belum tentu teman yang lain akan setuju. Perbedaan pendapat merupakan cemilan sehari-hari bagi kami. Namun, tentu akhirnya kami harus mencari solusinya, menciptakan satu kebijakan yang bisa disepakati bersama. Perlu kedewasaan dalam menghadapi hal ini.
Ketika Tidak Ada Lagi Kejujuran dan Kebersamaan
Ini yang biasanya menjadi permasalahan usaha join. Pemegang keuangan yang tidak jujur. Ada sebuah bisnis sekolah yang teman saya mengajar di sana, salah satu investornya membawa uang dan tidak ada kabar beritanya. Otomatis investor lain harus menanggung gaji karyawan dan pengeluaran lainnya. Itu kalau investor lainnya banyak uang.
Saya sendiri memilih teman join karena sudah kenal lama dan sudah paham karakter serta latar belakang keluarganya. Penting atau tidak, latang belakang keluarga tentu akan berpengaruh dengan karakter teman kita. Pilihlah orang yang kita kenal akan kejujurannya, bukan karena dia orang kaya atau anak orang kaya yang bisa invest besar.
Kebersamaan juga sangat penting. Bila yang satu kerja keras dan yang lain malas-malasan, tentu usaha tidak akan berjalan. Pilih juga teman yang biasa kerja keras dan pastinya memiliki talenta, tak perlu sama minimal punya talenta di satu bidang. Misal dia nggak paham promosi tapi bisa menghitung keuangan, bisa juga dipilih.
Ketika Ada Hasutan Dari Pihak Luar
Bagi kita selama ini tak ada masalah, bisa saja permasalahan itu datang dari pihak luar. Bisa teman, bahkan keluarga sendiri. Misalnya ada yang mengatakan pada salah satu dari kami, “Elu ngapain sih usaha joinan. Mending usaha sendiri aja, bla bla bla…” Serasa pakar bisnis yang maha hebat, orang-orang seperti ini akan berusaha menghasut salah satu dari kita.
Solusinya tentu balik lagi ke orang yang dihasut. Mana yang dia pilih, usaha yang selama ini dijalankan atau meninggalkan yang selama ini udah ada lalu mencoba berbisnis tunggal. Semua memang pilihan yang bijak.
Ketika Terpikir Untuk Membuka Cabang atau Ada yang Ingin Mengundurkan Diri
Terkadang setelah usaha join berhasil, kita terpikir untuk membuka cabang. Dalam buka cabang, bisa saja dari hasil laba yang kita tabung dari usaha pertama. Jadi invest otomatis jumlahnya sama. Bisa juga cabang baru dimiliki tunggal oleh salah satu dari kita.
Kalau kami nggak buka cabang, tapi buka bisnisan baru di bidang makanan (kami sedang belajar jualan coklat dan sejenisnya), dan usaha di bidang media pendidikan berbahan daur ulang.
Terkadang di tengah perjalanan ada juga salah satu dari kita yang ingin mengundurkan diri (terlepas dari kena hasutan atau tidak, hehe). Ada yang buka usaha baru secara tunggal tapi invest dia di usaha pertama yang join tetap jalan. Ada juga yang minta modalnya dipulangkan karena butuh modal untuk buka usaha baru (ini biasanya terpancing sebuah pemikiran: kalau udah ngerti kenapa masih joinan, mending sendiri aja). Hak masing-masing juga untuk pemikiran demikian, dan untuk mengembalikan modalnya bisa aja digantikan oleh salah satu investor atau diambil dari tabungan laba. Terkadang ada usaha join yang akhirnya dimiliki secara tunggal karena teman-teman joinnya udah mundur semua, hehe.
Ya, begitulah usaha join yang berdasarkan pengalaman kami dan beberapa sharing dari teman-teman saya yang juga buka usaha join. Terlepas dari keuntungan dan permasalahannya, saya sendiri lebih memilih usaha join. Usaha tunggal saya cuma satu: tukang ngeblog.
Menyimak fenomena UMP saat ini banyak membuat pengusaha ketar-ketir, khususnya pengusaha UKM, dimana omset masih labil, mengingat harus bersaing dengan pengusaha besar yang produk atau jasanya sudah dikenal masyarakat. Belum lagi masalah pemahaman konsumen yang cenderung lebih menyukai produk luar negeri dibanding produk lokal. Memang ini semua hak konsumen untuk memilih, produk mana yang mereka inginkan, toh uang mereka ini yang keluar, hehe. Namun ya memang inilah salah satu penghambat pengusaha UKM untuk maju.
Merekrut karyawan, tentu saja ini akan dilakukan bila usaha mulai besar. Sebetulnya bukan masalah udah besar atau belum ya, namun dengan adanya karyawan, usaha kita bisa tetap berjalan walau kita sakit, melahirkan (untuk womenpreneur tentunya, hehe), atau kalau ingin liburan. Ini pula yang menjadi pertanyaan salah satu juri Sekar Womenpreneur Award (SWOMA), “Kalau Ibu ingin liburan, trus bisnis Ibu gimana?” Demikian yang saya simak, karena bukan saya yang ditanya, hehe.
Usaha saya sendiri masih termasuk UKM dan bisa dibilang masih baru ya, baru menginjak di tahun ketiga. Sedari awal, kami memang meniatkan untuk usaha join bertiga. Awalnya berdua ketika membuka agensi kursus, lalu bertiga setelah punya tempat. Sejauh ini, apa aja sih keuntungan usaha join, walau permasalahannya juga banyak. Inilah pengalaman kami dan juga yang saya dapat dari teman-teman yang juga buka usaha join:
Modal di Tanggung Bersama
Biasanya kendala buka usaha awalnya karena modal, walau sebenarnya ada opsi lain yaitu reseller online, usaha dengan modal minim. Bagi pengusaha yang mempunyai uang banyak tentu lebih memilih buka usaha tunggal. Bagi yang uangnya masih pas-pasan, contohnya saya, hehe, saya lebih memilih buka usaha join. Bisa saja memang pinjam uang ke bank, namun setahu saya termasuk ketika mendengar sharing Wirausaha Mandiri, pinjam modal ke bank itu bisanya untuk perbesar usaha, bukan membuka usaha. Pastinya dilihat umur usahanya. Kalaupun bisa, tentu harus ada jaminannya.
Bisa juga dengan mencari investor, tapi permasalahannya nggak jauh beda, tentu investor nggak akan sembarangan mengeluarkan uangnya untuk dipercaya sama kita. Apalagi kalau kita baru pertama kali buka bisnis. Kalau saya memang mengajukan ide usaha ke satu investor, dan beliau langsung setuju. Investor itu adalah Bapak saya, satu-satunya investor tanpa minta keuntungan, apalagi balik modal, hehe karena yang dimodalin anaknya sendiri. Usaha ini memang join, kalau invest bagian saya memang lebih banyak uang bapak saya. Namun bapak saya sama sekali nggak tahu menahu apalagi ikut campur di sini.
Dengan usaha join, modal bisa ditanggung bersama. Tak perlu invest yang sama bagi setiap orang, karena toh ada hitungan persenan sahamnya juga.
Pekerjaan di Tanggung Bersama
Sebelumnya pernah ada juga teman menawarkan investor (sebelum saya bicara ke bapak saya) namun saya menolak. Saya lebih memilih join bersama teman, dimana kamilah yang menjadi investornya, pengurus manajemennya, termasuk menjadi kulinya.
Bila memiliki investor, beliau cuma memiliki uang saja, setelah itu berharap dapat keuntungan tiap bulan. Nah sebagai pengurus manajemen, saya harus merekrut karyawan. Pada bulan-bulan awal, mengejar omset sangat sulit. Masyarakat belum banyak yang melirik. Sedangkan di bulan awal itu karyawan yang bekerja harus digaji. Memang ada investor yang sudah menyiapkan anggaran gaji karyawan untuk tiga bulan kedepan, bahkan teman saya ada yang dapat investor yang menyiapkan anggaran gaji karyawan untuk satu tahun. Ini yang saya takutkan dalam mengelola uang orang lain, takut nggak sesuai dengan yang mereka bayangkan. Maklum saja, berbisnis di dunia pendidikan tak semudah dagang rokok.
Dengan buka usaha join, kami berbagi tugas. Saya di bagian akademik: menangani rekrut karyawan dan mengurus kelas, teman saya di bagian keuangan, dan teman satu lagi di bagian property dan belanja. Yang mengajar kami semua. Yang membersihkan tempat kami semua. Yang menjadi bagian marketing kami semua. Sejak awal berdiri, kami memang merekrut karyawan, namun hanya satu orang untuk mengajar kelas bimbel. Untuk kelas Calistung, teman join saya memang guru TK, jadi dia yang mengajar. Saya dan teman satu lagi untuk kelas bahasa Inggris. Haruskah saya menggaji OB atau OG? Wah, bisa nggak makan karena harus ngasih makan orang lain. Jadilah kami yang menjadi OG itu.
Dengan menggaji diri kami sendiri, tentu kami nggak akan membahas masalah UMP. Mau demo ke siapa, lah yang nggak ada yang menggaji. Untuk awal-awal bulan, kami lebih banyak menguras tabungan dibanding menikmati omset. Inilah realita dunia wirausaha, walau tak semua. Jadi kalau melihat pengusaha yang rumah dan mobilnya keren, jalan-jalan ke luar negeri, tas dan sepatunya branded ori semua, istrinya banyak #ehhh, itu karena dua hal: kita sedang menonton sinetron, atau memang pengusaha tersebut usahanya udah puluhan tahun.
Ketika Kami Mulai Merekrut Karyawan
Sedari awal kami memang lebih senang merekrut teman-teman atau kerabat kami sendiri. Guru bimbel kami yang pertama sepupu dari teman saya. Lalu dia resign dan yang menggantikannya tante saya. Alasan kami mencari orang-orang dekat adalah, mereka paham bahwa kami usaha baru dan pastinya belum sanggup menggaji setara dengan lembaga pendidikan raksasa. Mereka maklum kalau harus bicara UMP. Dibanding mencari orang lain yang taunya standar gaji segini, bukan segini. Tapi setahu saya, standar gaji lembaga pendidikan nggak terlalu mengikuti aturan main pemerintah. Banyak teman-teman guru yang penghasilannya di bawah UMP.
Memang tak semua. Ada juga orang dekat yang tidak pengertian, tetap membanding-bandingkan. Dan ada juga orang lain yang setuju dengan pembayaran yang kami ajukan, dengan alasan, “Nggak apa-apa, Mbak. Saya cuma cari kesibukan yang bermanfaat dan saya paham kok ini usaha rumahan.” Namun tetap, dalam masalah gaji, kami tentu memikirkan ongkos, makan, dan lebihnya. Setiap pemilik usaha pun pasti nggak semena-mena dalam menggaji karyawan. Apalagi kami yang dulu asalnya karyawan.
Permasalahan di Tanggung Bersama
Dalam perjalanan bisnis tentu ada sandungannya juga, nggak mulus-mulus aja kayak di surga seperti yang biasa kita dengar dari pakar talkshow dan seminar bisnis. Hehe saya biasa dengar dan baca tweet pakar bisnis, kok isinya yang baik-baik aja ya, makanya banyak orang yang pingin banget jadi pengusaha. Bahas juga dong awal-awal pahitnya buka usaha.
Permasalahan itu bisa berupa financial seperti omset turun atau tabungan belum cukup (bukan tabungan pribadi, tapi tabungan sewa rumah dan THR). Terkadang bisa juga masalah SDM dan hal-hal lain. Nah ini bisa dibicarakan dan dicari solusinya bersama, dibanding mumet sendiri. Juga dalam berinovasi. Salah satu dari kita punya ide lalu dirundingkan bersama.
Waktu Bisa Dibicarakan Bersama
Selain memiliki usaha bersama, saya pun senang menulis dan teman saya berprofesi sebagai guru TK. Dengan kebersamaan ini, kami pun sama-sama mengatur waktu agar semua keinginan bisa terselesaikan. Begitu juga bila kami tidak bisa datang, misal karena sakit atau ada hal yang harus diurus, masing-masing dari kami saling menggantikan. Memang ada karyawan, namun kan tak sepenuhnya dibebankan ke mereka.
Dari semua keuntungan, tentu ada juga kesulitan dan hal-hal lain yang didapat. Semua memang tak ada yang sempurna, begitu juga dengan usaha join.
Keuntungan Harus Dibagi-Bagi
Memiliki usaha tunggal, tentu keuntungan jadi milik sendiri, dibanding usaha join yang keuntungan harus dibagi-bagi. Bila melihat dari sisi keuntungan, memang usaha tunggal jauh lebih baik dari usaha join.
Perbedaan Pendapat Adalah Cemilan Sehari-Hari
Ketika banyak orang tentu akan ada banyak ide yang didapat. Ketika menetapkan sebuah ide, belum tentu teman yang lain akan setuju. Perbedaan pendapat merupakan cemilan sehari-hari bagi kami. Namun, tentu akhirnya kami harus mencari solusinya, menciptakan satu kebijakan yang bisa disepakati bersama. Perlu kedewasaan dalam menghadapi hal ini.
Ketika Tidak Ada Lagi Kejujuran dan Kebersamaan
Ini yang biasanya menjadi permasalahan usaha join. Pemegang keuangan yang tidak jujur. Ada sebuah bisnis sekolah yang teman saya mengajar di sana, salah satu investornya membawa uang dan tidak ada kabar beritanya. Otomatis investor lain harus menanggung gaji karyawan dan pengeluaran lainnya. Itu kalau investor lainnya banyak uang.
Saya sendiri memilih teman join karena sudah kenal lama dan sudah paham karakter serta latar belakang keluarganya. Penting atau tidak, latang belakang keluarga tentu akan berpengaruh dengan karakter teman kita. Pilihlah orang yang kita kenal akan kejujurannya, bukan karena dia orang kaya atau anak orang kaya yang bisa invest besar.
Kebersamaan juga sangat penting. Bila yang satu kerja keras dan yang lain malas-malasan, tentu usaha tidak akan berjalan. Pilih juga teman yang biasa kerja keras dan pastinya memiliki talenta, tak perlu sama minimal punya talenta di satu bidang. Misal dia nggak paham promosi tapi bisa menghitung keuangan, bisa juga dipilih.
Ketika Ada Hasutan Dari Pihak Luar
Bagi kita selama ini tak ada masalah, bisa saja permasalahan itu datang dari pihak luar. Bisa teman, bahkan keluarga sendiri. Misalnya ada yang mengatakan pada salah satu dari kami, “Elu ngapain sih usaha joinan. Mending usaha sendiri aja, bla bla bla…” Serasa pakar bisnis yang maha hebat, orang-orang seperti ini akan berusaha menghasut salah satu dari kita.
Solusinya tentu balik lagi ke orang yang dihasut. Mana yang dia pilih, usaha yang selama ini dijalankan atau meninggalkan yang selama ini udah ada lalu mencoba berbisnis tunggal. Semua memang pilihan yang bijak.
Ketika Terpikir Untuk Membuka Cabang atau Ada yang Ingin Mengundurkan Diri
Terkadang setelah usaha join berhasil, kita terpikir untuk membuka cabang. Dalam buka cabang, bisa saja dari hasil laba yang kita tabung dari usaha pertama. Jadi invest otomatis jumlahnya sama. Bisa juga cabang baru dimiliki tunggal oleh salah satu dari kita.
Kalau kami nggak buka cabang, tapi buka bisnisan baru di bidang makanan (kami sedang belajar jualan coklat dan sejenisnya), dan usaha di bidang media pendidikan berbahan daur ulang.
Terkadang di tengah perjalanan ada juga salah satu dari kita yang ingin mengundurkan diri (terlepas dari kena hasutan atau tidak, hehe). Ada yang buka usaha baru secara tunggal tapi invest dia di usaha pertama yang join tetap jalan. Ada juga yang minta modalnya dipulangkan karena butuh modal untuk buka usaha baru (ini biasanya terpancing sebuah pemikiran: kalau udah ngerti kenapa masih joinan, mending sendiri aja). Hak masing-masing juga untuk pemikiran demikian, dan untuk mengembalikan modalnya bisa aja digantikan oleh salah satu investor atau diambil dari tabungan laba. Terkadang ada usaha join yang akhirnya dimiliki secara tunggal karena teman-teman joinnya udah mundur semua, hehe.
Ya, begitulah usaha join yang berdasarkan pengalaman kami dan beberapa sharing dari teman-teman saya yang juga buka usaha join. Terlepas dari keuntungan dan permasalahannya, saya sendiri lebih memilih usaha join. Usaha tunggal saya cuma satu: tukang ngeblog.
0 komentar:
Posting Komentar