VIVAnews - Dua media asing kembali mengungkap fakta baru soal dokumen milik
mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional
Amerika Serikat (NSA), Edward J. Snowden. Pada hari Senin, 18 November 2013, harian
Inggris, The Guardian dan Australia, Sydney
Morning Herald (SMH) sama-sama
membongkar praktik Badan Intelijen
Australia (DSD) yang berupaya menyadap
komunikasi pribadi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Laman Guardian bahkan menyebut Ibu
Negara, Kristiani Herawati, turut menjadi
target spionase Badan Intelijen yang memiliki
motto: "Ungkap Rahasia Negara Lain, Namun
Lindungi Rahasia Negara Sendiri". Guardian
dan SMH sama-sama merujuk kepada dokumen Snowden bulan November tahun
2009 lalu. Dalam dokumen yang diungkap sebelumnya
oleh kedua media itu, tidak disebut bahwa
orang nomor satu di tanah air turut menjadi
target penyadapan. Keduanya hanya
menyebut, bahwa DSD membangun sebuah
pos penyadapan dengan kode "Stateroom" untuk di dalam Gedung Kedutaan Australia di
beberapa negara, termasuk di Indonesia. Dokumen yang berhasil diperoleh oleh
Guardian yakni berupa materi presentasi
dalam format Power Point milik DSD. Di dalam
dokumen tersebut tertera target penyadapan
DSD dan jenis peralatan komunikasi yang
dimiliki oleh para target. Contoh jenis peralatan komunikasi yang
tertera di sana seperti ponsel Nokia E90-1
yang dimiliki oleh Presiden SBY dan Ibu Ani
Yudhoyono. Kemudian perangkat BlackBerry
Bold 9000 yang digunakan oleh Wakil Presiden
Boediono. Selain ketiga nama tadi, masih banyak figur
penting lainnya yang masuk dalam target
DSD. Mereka antara lain mantan juru bicara
luar negeri Presiden SBY dan mantan Duta
Besar Indonesia untuk AS, Dino Patti Djalal,
Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, mantan Wapres Jusuf Kalla, mantan
Menteri Keuangan yang kini menjabat sebagai
Direktur Grup Bank Dunia, Sri Mulyani
Indrawati, mantan Menteri Pemuda dan Olah
Raga, Andi Mallarangeng, Sofyan Djalil, dan
mantan Kepala Militer Indonesia, Widodo Adi Sucipto. Selain target penyadapan, di dalam slide
presentasi itu juga tertulis sebuah daftar
panggilan keluar dan masuk ke dalam ponsel
pribadi Presiden SBY. Dalam dokumen
berjudul "Kejadian Komunikasi Presiden
Indonesia" tertera secara rinci semua panggilan selama 15 hari di bulan Agustus
2009 lalu. Data panggilan di dalam slide itu mencakup
nomor si penelepon, nomor tujuan telepon
keluar, lama durasi percakapan di telepon dan
jenis komunikasi yang dilakukan Presiden
SBY, apakah itu SMS atau panggilan suara.
Pada praktek selanjutnya, daftar semacam ini juga dibuat DSD bagi target mereka lainnya. Dalam slide lainnya, bahkan tertulis "Isi
Pembicaraan yang Harus Dimiliki". Rugikan Australia Mantan Menteri Luar Negeri Australia,
Alexander Downer, menyebut pengungkapan
dokumen ini akan semakin merugikan Negeri
Kanguru. "Ini merupakan situasi yang mengejutkan di
mana Australia harus membayar harga yang
mahal," ujar Downer yang dikutip Sky News. Sementara Senat dari Partai Hijau, Scott
Ludhlam, mengatakan warga Australia
membutuhkan informasi menyeluruh
mengenai apa yang dilakukan oleh DSD. "Karena seperti suatu penghinaan untuk
mengatakan seseorang seperti Presiden
Indonesia adalah ancaman keamanan," kata
Ludhlam. Dengan terungkapnya dokumen Snowden ini,
diprediksi akan semakin membuat hubungan
bilateral kedua negara semakin tegang.
Pasalnya, Menteri Luar Negeri Marty
Natalegawa sudah menyatakan
kemurkaannya terhadap tuduhan aksi penyadapan yang dilakukan oleh Pemerintah
Australia melalui Gedung Kedutaan mereka di
Jakarta. Marty bahkan mengancam akan mengurangi
pertukaran informasi di bidang
penyelundupan manusia dan penanggulangan
aksi teror. Sementara Perdana Menteri Tony Abbott yang
ditanya soal pengungkapan aksi spionase
sebelumnya menyebut aksi spionase itu
terjadi selama Pemerintahan sebelumnya.
Bahkan Abbott meralat istilah penyadapan
yang selama ini digunakan di banyak media. Menurut dia, apa yang dilakukan oleh Badan
Intelijen Australia lebih ke arah meneliti
ketimbang menyadap. Dia bahkan menyebut
di era semacam ini bukanlah suatu kejutan
apabila sebuah Pemerintahan mengumpulkan
informasi. "Kami menggunakan informasi yang kami
kumpulkan demi kebaikan, termasuk untuk
membangun sebuah hubungan yang lebih kuat
dengan Indoensia. Dan satu hal yang saya
tawarkan saat ini dalam diskusi saya dengan
Wapres Boediono yaitu untuk meningkatkan pertukaran informasi, karena kami ingin
publik Indonesia mengetahui semuanya,"
ungkap Abbott kepada media usai menerima
kunjungan Boediono beberapa waktu lalu. Semua hal itu, lanjut Abbott, dilakukan untuk
menolong Indonesia dan juga Australia. "Indonesia adalah negara yang saya hormati
secara tinggi dan memiliki tempat tersendiri
di hati saya, khususnya selama pengalaman
saya ada di sana," kata Abbott. (adi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar