ER
Masalah Papua nampaknya akan
selalu menjadi masalah paling
“seksi” bagi entitas-entitas asing
untuk menggerogoti kewibawaan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Teranyar, masalah Papua
kembali mencuat sehubungan
dengan kunjungan menteri-menteri
luar negeri dari negara anggota
Melanesian Spearhead Group (MSG).
MSG adalah organisasi negara-
negara rumpun Melanesia yang
beranggotakan empat negara (Fiji,
Papua Nugini, Kepulauan Solomon
danVanuatu) plus satu partai
“pemberontak” di negara Kaledonia
Baru bernama FLNKS (Front Nasional
Pembebasan Kanak dan Sosialis).
Tujuan MSG ke Papua adalah untuk
menindaklanjuti permohonan
Organisasi West Papua National
Coalitian for Liberation (WPNCL)
untuk bergabung dengan MSG.
Waspadai setiap upaya
internasionalisasi Papua
Apapun kilah MSG, atas nama
kerjasama ekonomi ataupun
persaudaraan satu rumpun,
Indonesia harus mewaspadai setiap
upaya internasionalisasi Papua. Kita
tak pernah tahu siapa yang
berkepentingan di belakangan MSG.
Yang kita tahu, negara-negara itu
tergabung dalam negara
Persemakmuran buatan Inggris.
Bahkan Papua Nugini dan Kepulauan
Solomon kepala negaranya masih
ratu Elizabeth II. Tentu saja Inggris
punya kepentingan. Kita ingat
bagaimana Inggris mewadahi Benny
Wenda yang membuka kantor di
Oxford. Jika benar demikian, Inggris
harus “dilinggis” kalau mengingat
kata-katanya Sukarno.
Negara lainnya yang diduga terlibat
dalam gerakan internasionalisasi
Papua adalah Amerika. Siapa lagi,
bukan? Maka Amerika harus
“disetrika” seperti kata Sukarno
pula. Ada analisis bahkan yang
mengatakan gerakan iternasionalisasi
Papua bermula dari Washington.
Usaha intensif dari beberapa
anggota kongres dari Partai Demokrat
Amerika kepada Organisasi Papua
Merdeka (OPM) untuk membantu
proses ke arah kemerdekaan Papua
secara bertahap kabarnya sudah
terindikasi sejak lama, sejauh awal
2000-an.
Bukti lainnya, pada pertengahan
2000-an, US House of
Representatives, telah
mengagendakan rancangan Foreign
Relation Authorization Act (FRAA)
yang secara spesifik memuat
referensi khusus mengenai Papua.
Tokoh-tokoh yang harus diwaspadai
Ada tokoh-tokoh yang harus
diwaspadai dalam hal Papua. Salah
satunya adalah Eni Faleomavaega,
Ketua Black Caucuses AS yang
mengkampanyekan Irian Jaya sebagai
koloni VOC bukan koloni Belanda di
Kongres AS. Kabarnya, perwakilan
Partai Demokrat dari Samoa ini
memimpin sekitar 38 anggota Black
Caucuses yang mengklaim bahwa
cepat atau lambat Papua akan
merdeka.
Pengaruh tokoh satu ini ternyata
tidak bisa dianggap enteng. Pada
2002, Deplu AS pun terpaksa
menerbitkan Buku Putih tentang
Papua. Disebutkan bahwa Irian Jaya
masuk Indonesia pada 1826.
Sementara Pepera merupakan
pengesahan atau legalitas masuknya
Irian Jaya ke NKRI pada 1969.
Manuver Eni tidak sebatas di
Amerika saja. Melalui LSM yang dia
bentuk, Robert Kennedy Memorial
Human Right Center, Eni dan 9
orang temannya dari PD
melakukan tekanan terhadap PM
John Howard, agar memberi
perlindungan terhadap 43 warga
Papua yang mencari suaka di
Australia. Alasannya, mereka ini
telah menjadi korban pelanggaran
HAM TNI.
Di Australia (negara ketiga setelah
Inggris dan AS yang jelas punya
kepentingan atas Papua), ada tokoh
bernama Bob Brown. Politisi Partai
Hijau Australia ini rajin mendukung
gerakan pro Papua Merdeka. Ia
pernah mendesak pemerintahan
Howard untuk mendukung proses
kemerdekaan Papua.
Soal Australia, mantan Menkopolkam
bahkan pernah secara implisit
menengarai bahwa yang sebenarnya
bukan sekadar adanya elemen-
elemen di Australia yang membantu
kemerdekaan Papua, tapi memang
ada suatu operasi intelijen dengan
target utama adanya Papua Merdeka
terpisah dari NKRI.
Kabarnya bahkan, 43 warga Papua
cari suaka ke Australia beberapa
tahun lalu sebenarnya merupakan
“agen-agen binaan” Australia yang
memang akan ditarik mundur
kembali ke Australia. Artinya,
permintaan suaka itu hanya alasan
saja agar mereka tidak lagi bertugas
menjalankan operasi intelijen di
Papua. Mungkin kedoknya sebagai
jaringan intelijen asing di Papua,
sudah terbongkar kedoknya oleh
pihak intelijen Indonesia.
Bukti provokasi Inggris lainnya
adalah ketika tanggal 15 Oktober
2008, telah diluncurkan apa yang
dinamakan International Parliaments
for West Papua (IPWP) di House of
Commons, atau DPR-nya Kerajaan
Inggris.
Misi IPWP tiada lain kecuali
mengangkat masalah Papua di forum
internasional. Meski tidak mewakili
negara ataupun parlemen suatu
negara, IPWP bisa menjadi kekuatan
penekan agar digelar referendum di
Papua, penarikan pasukan TNI dari
Papua, penempatan pasukan
perdamaian di Papua di bawah
pengawasan PBB.
Maka, hati-hatilah kita sebagai
bangsa. Papua adalah bagian dari
NKRI. Dari Sabang sampai Merauke.
Itu harga mati. Rakyat Papua adalah
rakyat Indonesia. Jangan sampai
Papua menjadi Timor Timur kedua,
yang pada akhirnya rakyat akan
menderita, dan hanya kelompok-
kelompok asing saja yang meraup
untung dari Papua. Waspadalah! (*)
Selengkapnya tentang skenario
provokasi asing di Papua bisa baca:
http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=12964&type=99#.Utea0Ps9Awp
Penulis : Aqila Muhammad
0 komentar:
Posting Komentar